Langsung ke konten utama

Kembang api

Warna-warna saling berpadu, menuju dirgantara
Ah, jelita, bukankah mereka indah bagimu
Dipersiapkan  dengan tenaga, kemudian menjadi jelaga
Menerangi, menerbangkan lamunanmu menuju timbuktu

Apakah kita terlalu biasa, untuk menjadi sempurna
Ataukah engkau terlalu fana, untuk menjadi nyata?

Sungguh,
Aku tidak mengerti, pada titik apa, kita akan bersua.

Duhai kembang api menyala-nyala, Untuk apa mengobarkan ragamu.
Bila cahaya rembulan, bintang-bintang, bersinar gemilang tanpa malu

Akankah kami, harus tetap disini,
Bercumbu, berbasa-basi

Yakin kan kami, untuk menahan diri, membunuh waktu, dengan candaan analogi?

Mohon, kembang api,
Berikan kami kesempatan, untuk membenahi
Segala nafsu birahi, yang kian menyalahi,
Biarkan cahayamu, menjadi merefleksi,
Mengapa afeksi, tak pernah cukup bagi kami

Apakah kita terlalu biasa, untuk menjadi sempurna
Ataukah engkau terlalu fana, untuk menjadi nyata?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan yang mengingatkan

Ditulisnya artikel ini berdasarkan keprihatinan pribadi penulis pada realita yang cukup sepele di kampusnya. sebuah keresahan pada segi kesadaran, proses belajar, dan ketertiban dikelas. Pengamatan tentang fenomena ini bermula ketika saya mendapat beberapa pertanyaan dari seorang teman yang sedang mengerjakan paper dasar jurnalistik. pertanyaan ini mengenai pandangan saya terhadap kondisi birokrasi dikampus.  Jika ditanya, saya dan teman-teman pembaca pasti setuju bahwa aktifitas birokrasi dikampus lumayan ramai dan sangat lumrah terdengar oleh telinga, terutama kegiatan birokrasi lewat bermacam tuntutan dan propaganda yang gencar dilakoni oleh para Eksekutif Mahasiswa (BEM). Tuntutan transparansi, fasilitas kampus yang tak memadai, dan yang terutama saya garis bawahi adalah mengenai uang kuliah tunggal mahasiswa. saya sendiri sangat mengapresiasi segala jerih payah teman-teman eksekutif dalam membela, mengadvokasi, dan keberpihakan kepada kami para mahasisw...

Dinding

Kala itu Senja, ia kembali datang menyapa di garis cakrawala. Lamunanku terpecah, benakku sibuk  merangkum diksi, mulutku bergunjing, Dihadapan dinding. Anganku kosong, imaji-ku sepi,  mengingatmu, dan ketiadaanmu saat ini Sesekali kudekap pundakku sendiri Terasa Hilangnya purnama kehangatan  Yang menawarkan rumah, disaat keadaan menambah amarah. Di dinding ini aku luapkan segalanya Ketika pagi membuka hari Ketika malam menyambung resah Segala tawa pilu, air mata sedu, Memenjarakan keinginan, dari tempat yg seharusnya ia dapatkan. Tapi apa yang dinding mau Hanya mendengar cerita-cerita, yang tak pernah sekalipun kabar suka cita. Kuingin ada disamping orang-orang itu Pekikan menggetirkan, namun kurindui Lembutnya jari-jari yang menggerayangi kakiku, sudah lama tak saling menemui Dalam sumpah serapah yg kuucap pada dinding ini, tak pernah lupa ku teriakkan pada sang pencipta. Jaga nyawa itu untukku! Sekali lagi,aku hadapka...

Review Movie Silenced (2011)

Kualitas film yang baik bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, ada orang yang menganggap film  berkualitas berdasarkan visualnya,  cerita, bahkan paras menawan dari aktor/aktris dapat di jadikan standarisasi tertentu bagi sebagian orang terhadap kualitas film. menurut penilaian penulis sendiri, film yang terbaik, adalah film yang mampu mempengaruhi, merubah, dan menimbulkan efek yang nyata dalam kehidupan penontonnya. berdasarkan kriteria tersebut, Penulis memilih Silenced (2011) sebagai salah satu film paling persuasif yang pernah penulis tonton.