Langsung ke konten utama

Dinding

Kala itu Senja, ia kembali datang menyapa di garis cakrawala.
Lamunanku terpecah, benakku sibuk 
merangkum diksi, mulutku bergunjing,
Dihadapan dinding.

Anganku kosong, imaji-ku sepi, 
mengingatmu, dan ketiadaanmu saat ini
Sesekali kudekap pundakku sendiri
Terasa Hilangnya purnama kehangatan 
Yang menawarkan rumah, disaat keadaan menambah amarah.

Di dinding ini aku luapkan segalanya
Ketika pagi membuka hari
Ketika malam menyambung resah
Segala tawa pilu, air mata sedu,
Memenjarakan keinginan, dari tempat yg seharusnya ia dapatkan.
Tapi apa yang dinding mau
Hanya mendengar cerita-cerita, yang tak pernah sekalipun kabar suka cita.

Kuingin ada disamping orang-orang itu
Pekikan menggetirkan, namun kurindui
Lembutnya jari-jari yang menggerayangi kakiku, sudah lama tak saling menemui
Dalam sumpah serapah yg kuucap pada dinding ini, tak pernah lupa ku teriakkan pada sang pencipta.
Jaga nyawa itu untukku!

Sekali lagi,aku hadapkan diriku padamu, wahai Dinding
Tangguhku sama hebatnya oleh perkasamu
Egoku sekeras baja-baja jeruji, 
yang kau gunakan untuk mengekang raga ini
Aku selalu, 
dan akan terus disini, 
berbicara denganmu, 
memaki olehmu, 
dingin diterpa bayanganmu
Disini
Dan terus disini
Dalam doa, 
Agar anak-anakku, cintaku, tetap teguh dalam janji,
Menunggu ayahnya, yang hingga kini terbelenggu jeruji.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Movie Silenced (2011)

Kualitas film yang baik bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, ada orang yang menganggap film  berkualitas berdasarkan visualnya,  cerita, bahkan paras menawan dari aktor/aktris dapat di jadikan standarisasi tertentu bagi sebagian orang terhadap kualitas film. menurut penilaian penulis sendiri, film yang terbaik, adalah film yang mampu mempengaruhi, merubah, dan menimbulkan efek yang nyata dalam kehidupan penontonnya. berdasarkan kriteria tersebut, Penulis memilih Silenced (2011) sebagai salah satu film paling persuasif yang pernah penulis tonton.

Catatan yang mengingatkan

Ditulisnya artikel ini berdasarkan keprihatinan pribadi penulis pada realita yang cukup sepele di kampusnya. sebuah keresahan pada segi kesadaran, proses belajar, dan ketertiban dikelas. Pengamatan tentang fenomena ini bermula ketika saya mendapat beberapa pertanyaan dari seorang teman yang sedang mengerjakan paper dasar jurnalistik. pertanyaan ini mengenai pandangan saya terhadap kondisi birokrasi dikampus.  Jika ditanya, saya dan teman-teman pembaca pasti setuju bahwa aktifitas birokrasi dikampus lumayan ramai dan sangat lumrah terdengar oleh telinga, terutama kegiatan birokrasi lewat bermacam tuntutan dan propaganda yang gencar dilakoni oleh para Eksekutif Mahasiswa (BEM). Tuntutan transparansi, fasilitas kampus yang tak memadai, dan yang terutama saya garis bawahi adalah mengenai uang kuliah tunggal mahasiswa. saya sendiri sangat mengapresiasi segala jerih payah teman-teman eksekutif dalam membela, mengadvokasi, dan keberpihakan kepada kami para mahasisw...

kamu tetaplah menjadi kamu

Akulah api yang membakar kulitmu Akulah air yang membunuh dahagamu Akulah kastil, menara-menara kokoh  pedang yang menjaga harta karun itu  Anda, udara yang saya hirup dan cahaya rembulan di laut tenggorokan ini, begitu ingin terbasahi namun saya, tetap takut ditenggelamkan cinta lalu kepadaku, gairah apa yang akan kamu berikan kamu berkata, hartaku cukup untuk dilihat milikmu akan menjadi milikmu,  dan milikmu itu akan tetap menjadi milikmu