Langsung ke konten utama

Review FilmThree Billboards Outside Ebbing, Missouri


semenjak tulisan terakhir, yep. sedikit ada jarak waktu yang mungkin terbilang, cukup lama.  
lama ga nulis juga bisa bikin kangen ya hehe..

Kemarin sempet ada waktu luang, langsung saja, tanpa membuang kesempatan berharga ini saya langsung membuka note dan melihat watchlist yang sengaja saya susun kali-kali dapat rekomendasi film dari orang lain.




ya saya memang orangnya bukan tipe yang memilih film berdasarkan rating atau genre. rating itu sepertinya kurang representatif , karna yang dikasih nilai 5 pun menurut saya bisa lebih bagus dari rate 8. entah lah. ini cuma masalah subyektifitas. sementara genre, semua macam bisa saya lahap. walau memiliki kecendrungan untuk lebih tertarik ke film yang unik dan idenya original.

setiap rekomendasi yang masuk seperti tambang emas. ya bukannya apa-apa, kadang saya males aja kalau ngga ada rekom film dari temen dan terpaksa memutar film yang random. setengah jam berlalu sejam berlalu tapi tak kunjung menikmati film, kan rugi, buang-buang waktu yang berharga. nah tambang emasnya adalah rekomendasi dari teman sesama pecinta film. sama kaya kamu cari-cari barang di toko online, pada liat reviewnya kan sebelum beli? nah Film juga gitu, belum nonton pun jadi yakin bakal terpuaskan kalau dah denger pengalaman orang lain. asal bukan spoiler. berani coba gua slepet ntar palanya.


Pilihan Film kemarin sebenarnya bukan rekomendasi dari temen, tapi dari kritikus Film, pas dilihat, ternyata menjanjikan juga, film terbaik versi golden globe, wara wiri di nominasi oscar. wah seru nih keliatannya, judulnya agak panjang, tapi make sense "Three Billboard Outside Ebbing Missoury"

sumber gambarnya dari sini

Ceritanya itu sederhana, dari baca sinopsisnya aja udah langsung tertarik. menurut saya tapinya.

memangnya kenapa?

soalnya idenya itu ga biasa, dan logis banget. ceritanya gini, sesuai judul, film ini memang ga jauh-jauh dari billboard. orang indon manggilnya papan reklame. Seorang Janda disuatu kota bernama Mildred Hayes (Frances McDormand) kefikiran untuk menyewa 3 papan reklame didekat perbatasan kota. yang bikin heran, jalan yang melewati billboard  itu udah ga dilewati orang banyak, which is. ga ada gunanya doi buat ngiklan disitu. ga ada juga yang bakal liat.

Kemudian diketahui kalau Mildred sama sekali berniat mengiklankan sesuatu. ia berusaha menyampaikan suatu pesan, yang kemudian diketahui bahwa ia berada di jalan berbatu dalam menuntut keadilan.

diceritakan (tidak ada dalam scene) Mildred mempunyai 2 orang anak, seorang laki-laki bernama Robbie, dan seorang anak perempuan bernama Angela. setting awal film dimajukan selama 7 bulan dari konflik utama dalam film ini. Angela, diperkosa, lalu dibakar sampai tewas oleh orang tak dikenal di jalanan.

Mildred begitu frustasi atas kejadian yang menimpa dirinya ini, sama seperti pihak kepolisian yang tak kunjung menemukan pelaku. hingga pada puncaknya, ia menyewa 3 buah papan iklan sekaligus untuk mengungkapkan kecewaannya kepada pihak kepolisian yang ia nilai tak serius dalam menuntaskan kasus anaknya.

latar belakang konflik ibu yang dibawa dengan apik oleh Frances sebagai Mildred sangat mengundang empati bagi penonton. yang kemudian diketahui situasi semakin rumit, saat kepala kepolisian, Willoughby (Woody Harrelson) diketahui mengidap penyakit kronis dan tidak akan berumur panjang.

dari sisi moral, terjadi peperangan empati antara rasa kemalangan yang begitu dalam sebagai seorang ibu pada putrinya, dan kepala polisi teladan yang dipenghujung akhir hayatnya, tak berhak mendapat akhir yang menenangkan dan harus mengakhiri hidup sebagai orang yang gagal.

Officer Willoughby
sumber gambarnya dari sini

selain keteguhan seorang ibu yang memperjuangkan papan iklannya demi keadilan, film ini juga menyuguhkan penonton sebuah konflik yang penulis nilai amat brillian tentang kondisi yang terjadi pada mildred setelah keputusannya yang kontroversial di kota terpencil itu. selain mendapat ancaman dari seluruh warga karena mencaci kepolisian oleh billboardnya, ia juga berjuang untuk mempertahankan kondisi ekonomi dan keluarganya yang carut marut.

kisah yang dialami masyarkat ebbing missoury ini dinilai memang cukup kompleks. namun sutradara Martin McDonagh dengan sempurna mengarahkan segalanya. rangkaian peristiwa bisa dinilai menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan siapapun bagi yang harus terlibat didalamnya,  terselip sedikit rasa asam manis humor di sela-sela adegan.

elemen-elemen tersebut menjadikannya sesuatu yang tidak hanya kelam, tapi juga unik. dan menarik atensi penonton disepanjang film. bahkan jika terdapat iklan ditengah film sekalipun, penulis yakin akan tetap sabar menunggu untuk mengikuti jalan cerita yang begitu menarik ini.

Kepolisian melakukan penyelidikan yang membuat begitu frustasi
sumber gambarnya dari sini

masing-masing karakter memainkan wataknya dengan konsisten, walau kejutan tetap penting untuk membuat film ini menjadi tidak berjalan sesuai dugaan-dugaan, sentuhan yang diberikan dalam plot twist memainkan perannya dan membuat penonton terhenyak untuk sejenak.

satu kata untuk film ini, Brillian! penilaian penulis disini cukup berimbang dengan standar yang sama ketika mencoba untuk mereview film-film sebelumnya, 9/10 untuk Three Billboards outside ebbing missoury. tanpa ragu pula merekomendasi film ini yang amat rugi jika dilewatkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan yang mengingatkan

Ditulisnya artikel ini berdasarkan keprihatinan pribadi penulis pada realita yang cukup sepele di kampusnya. sebuah keresahan pada segi kesadaran, proses belajar, dan ketertiban dikelas. Pengamatan tentang fenomena ini bermula ketika saya mendapat beberapa pertanyaan dari seorang teman yang sedang mengerjakan paper dasar jurnalistik. pertanyaan ini mengenai pandangan saya terhadap kondisi birokrasi dikampus.  Jika ditanya, saya dan teman-teman pembaca pasti setuju bahwa aktifitas birokrasi dikampus lumayan ramai dan sangat lumrah terdengar oleh telinga, terutama kegiatan birokrasi lewat bermacam tuntutan dan propaganda yang gencar dilakoni oleh para Eksekutif Mahasiswa (BEM). Tuntutan transparansi, fasilitas kampus yang tak memadai, dan yang terutama saya garis bawahi adalah mengenai uang kuliah tunggal mahasiswa. saya sendiri sangat mengapresiasi segala jerih payah teman-teman eksekutif dalam membela, mengadvokasi, dan keberpihakan kepada kami para mahasisw...

Dinding

Kala itu Senja, ia kembali datang menyapa di garis cakrawala. Lamunanku terpecah, benakku sibuk  merangkum diksi, mulutku bergunjing, Dihadapan dinding. Anganku kosong, imaji-ku sepi,  mengingatmu, dan ketiadaanmu saat ini Sesekali kudekap pundakku sendiri Terasa Hilangnya purnama kehangatan  Yang menawarkan rumah, disaat keadaan menambah amarah. Di dinding ini aku luapkan segalanya Ketika pagi membuka hari Ketika malam menyambung resah Segala tawa pilu, air mata sedu, Memenjarakan keinginan, dari tempat yg seharusnya ia dapatkan. Tapi apa yang dinding mau Hanya mendengar cerita-cerita, yang tak pernah sekalipun kabar suka cita. Kuingin ada disamping orang-orang itu Pekikan menggetirkan, namun kurindui Lembutnya jari-jari yang menggerayangi kakiku, sudah lama tak saling menemui Dalam sumpah serapah yg kuucap pada dinding ini, tak pernah lupa ku teriakkan pada sang pencipta. Jaga nyawa itu untukku! Sekali lagi,aku hadapka...

Review Movie Silenced (2011)

Kualitas film yang baik bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, ada orang yang menganggap film  berkualitas berdasarkan visualnya,  cerita, bahkan paras menawan dari aktor/aktris dapat di jadikan standarisasi tertentu bagi sebagian orang terhadap kualitas film. menurut penilaian penulis sendiri, film yang terbaik, adalah film yang mampu mempengaruhi, merubah, dan menimbulkan efek yang nyata dalam kehidupan penontonnya. berdasarkan kriteria tersebut, Penulis memilih Silenced (2011) sebagai salah satu film paling persuasif yang pernah penulis tonton.