Langsung ke konten utama

Review Movie The Killing of Sacred Deer (2017)

Poster film The Killing of a Sacred Deer 
Sumber: imdb

Setelah 2 tahun lamanya, setelah kesuksesan Film Dark Comedy yang amat epik, The Lobster (2015) salah satu Sutradara dan produser film favorit penulis, Yorgos Lanthimos kembali mengguncang dunia sinema. lewat garapan terbarunya yakni Film "The Killing of a Sacred Deer".



Film ini bergenre Thriller - Horror yang amat mencekam. tak seperti umumnya dimana film Horror selalu behubungan erat dengan sosok astral dan dunia lain, Sutradara Lanthimos memiliki gayanya sendiri dalam mengantarkan pesan-pesan yang begitu gelap dan membuat anda menggigiti kuku karna suasananya yang begitu mencekam.

Latar belakang cerita dalam film ini adalah sebuah kisah di daerah yang tak disebutkan namanya. tentang kehidupan seorang Dokter bernama Steven Murphy yang memiliki kehidupan yang nyaris sempurna. Ia merupakan Dokter Jantung yang terkenal, bekerja di Rumah sakit elit dan berkesan mewah. Istrinya bernama Anna, merupakan dokter mata dan berkat kesuksesannya ia memiliki klinik sendiri. Anak-anaknya yang amat patuh dan berprestasi disekolah, yakni Seorang Gadis berusia 14 tahun bernama Kim, dan adik Laki-lakinya bernama Bob.

Diawal film susasana thrill sudah disajikan pada penonton yakni pengambilan gambar sebuah tubuh seorang pasien yang sedang dioperasi jantungnya. penonton seolah-olah dibuat bertanya-tanya pada alur film, karna di 30 menit pertama film berjalan normal dan tanpa konflik. Namun sejak awal sesungguhnya mereka telah menyaksikan sang tokoh antagonis dan  keji (oke ini melebih-lebihkan), tetapi memang ialah yang bertanggung jawab dalam membuat film ini terasa menegangkan hingga ke akhir dari alur film ini.  sang tokoh tersebut ialah seorang anak kecil yang terlihat sering bersama Dokter Steven, Martin.

Martin, sang antagonis
Sumber: imdb

Martin digambarkan sebagain anak yang mengalami gangguan psikologis, karna alur bicaranya dalam film ini yang kurang lazim, dan pada dasarnya ia memang memiliki gangguan mental akibat peristiwa tertentu. pada permulaan film, ia digambarkan memiliki hubungan dekat dengan Dokter Steven karna Ayahnya dulu merupakan salah satu pasien dari sang dokter. Namun Ayah Martin meninggal di meja operasi yang ditangani Dokter steven. dari sinilah sumber Konflik dari film ini bermula.

Ia menganggap bahwa ayahnya meninggal karna kesalahan sang Dokter. dan ia pun menuntut balas yakni salah seorang dari keluarga sang Dokter harus mati pula demi keadilan yang ia harapkan. diceritakan dalam film ini Martin memiliki kemampuan mengutuk dan membuat istri dan anak-anaknya mati dalam penderitaan, tetapi sang Dokter diberi pilihan, untuk menghindari hal tersebut, ia harus membunuh salah satu dari anak atau istrinya dengan tangannya sendiri. Jelas film ini akan sangat mengganggu terutama bagi penonton yang telah berkeluarga.


Collin Farel, sebagai Dokter Steven
Sumber: imdb

Memang benar, Film dengan nuansa kelam ini memang ditujukan untuk penonton berusia 21 tahun keatas. selain karna materinya yang cukup berat, film ini juga menampilkan beberapa adegan erotis oleh Nicole Kidman yang berperan sebagai Anna Murphy, istri sang Dokter. berbagai konten eksplisit tersebut dikemas dengan sesuai tanpa merusak jalan cerita. pembawaan dari Aktor Senior Collin Farel sebagai Steven Murphy dan Nicole Kidman membuat film ini semakin apik dan sanggup membawa penonton terbawa kedalam sisi emosional dan ketegangannya.

keseluruhan elemen film amat diperhatikan Sutradara kawakan asal Yunani tersebut. hal pertama yang dapat dirasakan penonton adalah dari gaya percakapan antara keluarga Steven dengan istri maupun anaknya, yang cenderung kaku dan terlalu Straight. sangat tepat dalam menggambarkan kehidupan kaum Elit yang jauh dari kesan informal.

Sutradara Lanthimos menulis naskah dari film ini sebab terinspirasi berdasarkan naskah drama karya Euripides berjudul Iphigenia in aulis, bercerita tentang panglima perang Yunani Kuno, Agamemnon, yang tak sengaja membunuh rusa suci milik Dewi Artemis. untuk menebus kesalahannya itu, sang panglima harus membunuh anaknya sendiri.

Sumber: Vice

Sesuai ciri khas-nya yang telah dikenal Lanthimos, ia kembali menampilkan sebuah kejadian dimana ada jeda oleh ambiguitas yang diciptakan, sengaja dibuat agar penonton mencoba memaknai sebuah cerita berdasarkan persepsi masing-masing. ia amat yakin sama sekali tidak menggunakan metafora apapun agar penonton terkumpul dalam kebenaran versi dirinya. hal ini lah yang menyebabkan film-film karyanya selalu diakhiri dengan penyelesaian yang bisa dikatakan sedikit 'menggantung'.

sebuah film apik, mencekam dan penulis sangat merekomendasi film ini bagi yang merasa bosan pada kisah horror yang begitu mainstream. diakhir setiap Review, Penulis mencoba untuk memberi penilaian berdasarkan beberapa kriteria yang penulis tetapkan. Untuk itu, Film "The Killing of Sacred Deer" berhak mendapat rating penilaian 8,5/10 dari penulis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan yang mengingatkan

Ditulisnya artikel ini berdasarkan keprihatinan pribadi penulis pada realita yang cukup sepele di kampusnya. sebuah keresahan pada segi kesadaran, proses belajar, dan ketertiban dikelas. Pengamatan tentang fenomena ini bermula ketika saya mendapat beberapa pertanyaan dari seorang teman yang sedang mengerjakan paper dasar jurnalistik. pertanyaan ini mengenai pandangan saya terhadap kondisi birokrasi dikampus.  Jika ditanya, saya dan teman-teman pembaca pasti setuju bahwa aktifitas birokrasi dikampus lumayan ramai dan sangat lumrah terdengar oleh telinga, terutama kegiatan birokrasi lewat bermacam tuntutan dan propaganda yang gencar dilakoni oleh para Eksekutif Mahasiswa (BEM). Tuntutan transparansi, fasilitas kampus yang tak memadai, dan yang terutama saya garis bawahi adalah mengenai uang kuliah tunggal mahasiswa. saya sendiri sangat mengapresiasi segala jerih payah teman-teman eksekutif dalam membela, mengadvokasi, dan keberpihakan kepada kami para mahasisw...

Janna Tamimi

Assalamualaikum… Photo: Eleonora Gatto Perkenalkan namaku Janna Jihad Ayyad. Teman-teman sering memanggilku Janna, beberapa orang yang tidak terlalu kukenal memanggilku dengan sebutan Janna Tamimi. Aku adalah  seorang perempuan, masih kanak-kanak.   aku rasa mungkin tidak berlebihan jika aku sendiri menyebut diriku gadis yang manis. bagaimana menurutmu? Jika anda bertanya bagaimana Keseharianku,   tentu saja seperti anak-anak lainnya dibelahan bumi manapun, yakni bermain dan tertawa bersama teman-teman. Aku tinggal disebuah desa kecil, orang-orang menyebutnya sebagai desa nabi saleh. Menurutku desa kami merupakan tempat terindah di dunia.   Saat berkata demikian, Aku kerap kali melihat respon terkejut dari orang lain yang mendengar hal itu. Seakan mereka tak percaya akan indahnya Desa nabi saleh. Tentu saja tempat ini yang terbaik, Desa ini adalah rumah kami.  Jika engkau penasaran akan tempat tinggal kami, silahkan datang kemari, kami...

Review Film English Vinglish (2012)

Ngga susah sebenarnya kalau mau nyari film yang mampu menggetarkan hati. cara termudahnya adalah, cari Film India!